Adisucipto lahir di Salatiga, Jawa Tengah. Lulus dari Algemene Middelbare School
(AMS) Semarang tahun 1936, dia ingin masuk Akademi Militer Belanda di
Breda. Namun, sang ayah menyarankan Adisucipto masuk sekolah kedokteran
di Jakarta. Adisucipto bersikeras dengan diam-diam mengikuti tes dan
diterima di Militaire Luchtvaart Opleidings School (Sekolah
Penerbangan Militer) di Kalijati, Subang. Setelah lulus dengan nilai
baik, ia berhak menyandang pangkat letnan muda udara.
Beliau kemudian mendapat tugas di
Skadron Pengintai di Jawa. Saat Jepang mengalahkan Belanda, seluruh
penerbang Belanda dibebastugaskan. Adisucipto pun kembali ke Salatiga
dan bekerja sebagai juru tulis. Setelah kemerdekaan, tanggal 5 Oktober
1945 dibentuk Tentara Keamanan Rakyat Jawatan Penerbangan. Suryadi
Suryadarma yang memimpin jawatan ini memanggil Adisucipto untuk membantu
membentuk angkatan udara. Kondisi saat itu sangat memprihatinkan. Hanya
ada beberapa pesawat tua peninggalan Jepang.
Tanggal 10 Oktober 1945, Adisucipto
nekat menerbangkan pesawat Nishikoren bercat merah putih dari
Tasikmalaya ke Maguwo,Yogyakarta. Tanggal 27 Oktober 1945, beliau
kembali menerbangkan pesawat Cureng dengan lambang Merah Putih di
sekitar Yogya. Hal ini dilakukannya untuk memompa semangat perjuangan
rakyat.
Tanggal 1 Desember 1945, Adisucipto dan
Suryadi Suryadarma mendirikan sekolah penerbang. Adisucipto menjadi
instruktur, sementara Suryadi mengurus administrasi. Kadet-kadet sekolah
penerbang itu mencatat prestasi membanggakan. Para kadet, seperti
Suharnoko, Harbani, Soetardjo Sigit, dan Moelyono berhasil mengebom
tangsi-tangsi Belanda di Salatiga, Ambarawa, dan Semarang.
- Tempat/Tgl. Lahir : Salatiga, 4 Juli 1916
- Tempat/Tgl. Wafat : Yogyakarta, 29 Juli 1947
- SK Presiden : Keppres No. 071/TK/1974, Tgl. 9 November 1974
- Gelar : Pahlawan Nasional
Tahun 1947, Adisucipto dan
rekan-rekannya ditugasi pemerintah RI untuk mencari bantuan obat obatan
menggunakan Dakota VT-CLA. Penerbangan dilakukan secara terbuka karena
telah mendapat persetujuan dari Belanda dan lnggris. Namun tanggal 29
Juli 1947, saat pesawat hendak mendarat di Maguwo, tiba-tiba dua pesawat
Kitty Hawk milik Belanda muncul dan melepaskan tembakan. Pesawat jatuh
dan menewaskan Cipto dan tujuh rekannya. Hanya satu yang berhasil
selamat. Belanda sepertinya hendak membalas serangan udara para kadet.
Atas jasa-jasanya di dunia dirgantara
Indonesia, pemerintah memberi gelar Bapak Penerbang Republik Indonesia
pada Adisucipto. Lanud maguwo pun diubah namanya menjadi Bandara/Lanud
Adisucipto sampai sekarang.